Selasa, 27 Januari 2009

MENGEMBANGKAN PERENCANAAN ASUHAN YANG KOMPREHENSIF

1. MENGEMBANGKAN PERENCANAAN ASUHAN YANG KOMPREHENSIF

1.1 MENETAPKAN KEBUTUHAN TES LAB
Pemeriksaan laboratorium awal pada wanita dengan resiko ringan meliputi tes darah berikut : golongan darah dan faktor rhesus(Rh), skining antibodi, hitung darah lengkap (hematokrit), Rapid Plasma Reagin (RPR), atau tes lain untuk mendeteksi sifilis, titer rubela, HBSAg dan HIV. Banyak juga klinisi melakukan kultur urine. Kondisi umum klien memungkinkan pelaksanaan tes tambahan. Seiring kemajuan tes kehamilan, tes tambahan seperti skrining tripel serum maternal juga diperlukan.

1.2 MENETAPKAN KEBUTUHAN BELAJAR
Penuntun belajar digunakan untuk melatih keterampilan dalam pencapaian elemen-elemen kompetensi oleh mahasiswa secara individual. Mulai dari latihan di laboratorium keterampilan sampai saat melaksanakan praktik klinik kebidanan. Bimbingan keterampilan untuk mencapai kompetensi di laboratorium keterampilan asuhan kebidanan baru bisa dilaksanakan atau diikuti oleh seorang mahasiswa bila mahasiswa tersebut telah mengikuti perkuliahan seluruh materi kuliah asuhan kehamilan (mata kuliah asuhan ibu I). Dalam perkuliahan tersebut mahasiswa mendapat teori tentang teori tentang fisiologi kehamilan, pertumbuhan kehamilan dari bulan ke bulan, kebutuhan fisik dan psikologis ibu selama kehamilan, perubahan fisik dan psikologis ibu selama hamil, perubahan fisik dan psikologis ibu dalam masa kehamilan, teori tentang pendekatan dalam asuhan kehamilan (Manajemen Varney) dan dokumentasi asuhan kehamilan. Dalam perkuliahan juga dilakukan demonstrasi dan simulasi keterampilan yang mendukung kompetensi yang akan dilatih atau dipelajari.




Pembimbing melakukan evaluasi atau penilaian terhadap :
1. Keterampilan mahasiswa berdasarkan langkah-langkah kerja ang ditentukan dalam penuntun belajar menggunakan format penilaian keterampilan dengan teknik observasi atau pengamatan saat mahasiswa bekerja.
2. Sikap mahasiswa yang mendukung selama melaksanakan langkah kerja dengan teknik observasi atau pengamatan saat mahasiswa bekerja.
3. Pengetahuan mahasiswa yang mendukung elemen kompetensi asuhan yang dilatih dengan cara melakukan tanya jawab atau tes lisan.

1.3 MENETAPKAN KEBUTUHAN KONSULTASI ATAU RUJUKAN PADA TENAGA PROFESIONAL LAINNYA
a. Definisi
Sistem rujukan dalam pelayanan obstetri adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal.
Rujukan vertikal maksudnya rujukan dan komunikasi antara satu unit ke unit lain yang lebih lengkap. Umpamanya dari rumah sakit kabupaten ke rumah sakit provinsi atau rumah sakit tipe C ke rumah sakit tipe B yang lebih spesialistis fasilitas dan personalianya. Sedangkan horizontal maksudnya konsultasi dan komunikasi antar unit yang ada dalam satu rumah sakit, misalnya antara bagian kebidanan dan bagian ilmu kesehatan anak.

b. Tujuan Rujukan
• Agar setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan yang sebaik-baiknya
• Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman pendrota atau bahan laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap fasilitasnya
• Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge and skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan daerah

c. Kegiatan rujukan dan pelayanan ini antara lain berupa :
• Pengiriman orang sakit dari unit kesehatan yang kurang lengkap ke unit kesehatan yang lebih lengkap
• Rujukan kasus-kasus patologik pada kehamilan, persalinan dan nifas
• Pengiriman kasus masalah reproduksi manusia lainnya, seperti kasus-kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis
• Pengiriman bahan laboratorium
• Bila penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan lagi kepada unit semula, bilamana perlu disertai dengan keterangan yang lengkap (surat balasan)

d. Kegiatan rujukan informasi medis antara lain berupa :
• Membalas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim
• Menjalin kerjasama sistem pelaporan data-data medis umumnya dan data-data parameter pelayanan kebidanan khususnya terutama mengenai kematian maternal dan perinatal. Hal ini sangat berguna untuk memperoleh angka-angka secara regional dan nasional.

1.4 MENETAPKAN KEBUTUHAN KONSELING HIV/PMS
a. Definisi
Konseling adalah kebutuhan proses pembicaraan dan pembahasan masalah-masalah antara kita dengan konselor (orang yang dilatih untuk mengatasi masalah PMS).

b. Penyakit Menular seksual (PMS) dan AIDS
AIDS adalah PMS yang paling sering didengar belakangan ini. Ketakutan orang tentang AIDS sangat besar, karena sejauh ini belum dapat disembuahkan. Obat-obatan yang dapat membantu perawatan mereka yang sudah kena AIDS (bukan menyembuhkan) juga sangat mahal.
Semua orang bisa saja terkena AIDS. Di Indonesia sudah ada bayi maupun rang dewasa yang terkena AIDS. Karena itu, kita mesti waspada terhadap bahaya penularan AIDS.

c. Catatan khusus tentang AIDS
• Kita tidak bisa melihat apakah seseorang terkena AIDS (bibit penyakit AIDS) hanya berdasarkan penampilannya
• AIDS tidak bisa dicegah dengan obat-obatan, suntikan atau jamu-jamuan
• AIDS belum dapat disembuhkan dan dapat berakibat kematian
• AIDS dapat menular dengan cara yang sama dengan PMS yang lain
• Penampakan AIDS sama seperti penyakit yang mengenai orang biasa seperti TBC, tumor, radang paru, infeksi saluran pencernaan dan lain-lain
• AIDS dapat dicegah dengan cara hanya berhubungan seks dengan seorang pasangan yang juga hanya berhubungan seksual dengan kita, atau dengan menggunakan kondom setiap kali berhubungan seksual







1.5 JADWAL KUNJUNGAN SESUAI DENGAN PERKEMBANGAN KEHAMILAN

Jadwal Kunjungan Pranatal yang Direkomendasikan

Nulipara Multipara
Kunjungan pertama 6-8 minggu
Kunjungan kedua dalam 4 minggu setelah kunjungan pertama
Kunjungan ketiga 14-16 minggu
Kunjungan keempat, 24-28 minggu
Kunjungan kelima 32 minggu
Kunjungan keenam 36 minggu
Kunjungan ketujuh 18 minggu
Kunjungan kedelapan 40 minggu
Kunjungan kesembilan 41 minggu Kunjungan pertama 6-8 minggu
Kunjungan kedua 14-16 minggu

Kunjungan ketiga 24-28 minggu
Kunjungan keempat 32 minggu
Kunjungan kelima 35 minggu
Kunjungan keenam 39 minggu
Kunjungan ketujuh 41. Minggu

2. ASUHAN KEHAMILAN KUNJUNGAN ULANG
Anamnese mengenai riwayat kehamilan sekarang meli[uti gerakan janin dalam 24 jam terakhir, perasaan klien sejak kunjungan terakhirnya, masalah atau tanda-tanda bahaya yang mungkin dialami klien sejak kunjungan terakhirnya, keluhan-keluhan yang lazim dalam kehamilan, dan kekhawatiran lainnya.

2.1 MENGEVALUASI DATA DASAR
Pengumpulan data subyektif dan data obyektif berupa data fokus yang dibutuhkan untuk menilai keadaan ibu sesuai dengan kondisinya, menggunakan anamnese, pemeriksaan fisik, penimbangan berat badan, tinggi badan dan pemeriksaan laboratorium.



Jenis data yang dikumpulkan adalah :
a. Data subjektif terdiri dari :
• Biodata ibu dan suami
• Alasan ibu memeriksakan diri
• Riwayat kehamilan sekarang
• Riwayat kebidanan yang lalu
• Riwayat menstruasi
• Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
• Riwayat kesehatan
• Riwayat bio-psikososial-spiritual
• Pengetahuan ibu tentang tanda bahaya kehamilan
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data subjektif adalah dengan melakukan anamnesis.
b. Data objektif terdiri dari :
• Hasil pemeriksaan umum (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan, suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan)
• Hasil pemeriksaan kepala dan leher
• Hasil pemeriksaan tangan dan kaki
• Hasil pemeriksaan abdomen
• Hasil pemeriksaan Payudara
• Hasil pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ)
• Hasil pemeriksaan darah dan urine

/Teknik yang digunakan dengan penimbangan berat badan ibu hamil, pengukuran tinggi badan, pengukuran tanda kardinal (suhu badan, denyut nadi, ukuran tekanan darah dan pernapasan). Pemeriksaan fisik dengan teknik inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Pemeriksaan laboratorium mencakup hemoglobin (Hb), kadar protein dalam urine dan gula darah.
Sumber data, baik data subjektif maupun objektif yang paling akurat adalah ibu hamil yang diberi asuhan. Namun apabila kondisi tidak memungkinkan dan masih diperlukan data bisa dikaji dari status ibu yang menggambarkan pendokumentasian asuhan sebelum ditangani dan bisa juga keluarga dan suami yang mendampingi ibu saat diberi asuhan.

2.2 PENGKAJIAN DATA FOKUS
2.2.1 Riwayat
A. Riwayat Antepartu dan Pemeriksaan Fisik
a. Deskripsi
• Riwayat antepartum dan pemeriksaan fisik merupakan komponen utama perawatan antenatal yang meliputikebutuhan fisik, emosi, dan sosial wanita, anak yang belum lahir, suami, dan anggota keluarga lainnya.
• Riwayat antepartum dan pemeriksaan fisik dimulai dengan konsultasi pranatal pertama, membuat informasi dasar, dan berlanjut sepanjang kehamilan untuk membantu memastikan hasil kehamilan yang positif.
• Riwayat antepartum meliputi informasi tentang data demografi, keluhan utama, riwayat medis lalu, riwayat keluarga, profil keluarga dan sosial, riwayat obstetri dan ginekologi, dan tinjauan sistem.
• Pemeriksaan fisik antepartum meliputi informasi tinggi badan, berat badan, tanda-tanda vital, pemeriksaan sistem, pengukuran tinggi fundus, auskultasi bunyi jantung janin, pemeriksaan panggul, perkiraan ukuran panggul, dan pemeriksaan laboratorium.
• Informasi juga dikumpulkan dari tanggal taksiran kelahiran, pengkajian usia kehamilan, evaluasi kesehatan janin, kebutuhan perawatan diri, penyuluhan tentang persalinan, pencegahan pajanan janin, terhadap teratogen, kebutuhan nutrisi selama kehamilan dan ketidaknyamanan yang dialami klien.
• Informasi yang diperoleh dari riwayat antepartum dan pemeriksaan fisik membantu mengidentifikasi kemungkinan faktor-faktor yang menyebabkan ibu dan bayi berisiko terhadap masalah-masalah selama kehamilan.
b. Temuan Pengkajian
Temuan pengkajian bervariasi diantara klien, semua penyimpangan dari keadaan normal harus dilaporkan.

c. Implikasi Keperawatan
• Lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan, selidiki keluhan yang dialami klien.
• Pastikan untuk mengevaluasi pemahaman klien tentang statusnya dan perubahan-perubahan yang berhubungan dengan kehamilan setiap kali kunjungan.
• Harus diwaspadai pengaruh budaya pada kehamilan klien.
• Harus diwaspadai kemungkinan faktor-faktor resiko, seperti pertambahan berat badan yang berlebihan atau tidak adekuat, riwayat diabetes atau penyakit jantung, penggunaan dan penyalahgunaan zat, hasil laboratorium yang abnormal
• Tanyakan kepada klien tentang tanggal menstruasi terakhir (HPHT)
• Ukur tinggi dan berat badan dasar pada saat kunjungan pertama dan setiap kunjungan berikutnya
• Ukur tinggi fundus
• Lakukan pemeriksaan panggul dan perkiraan ukuran panggul
• Koordinasikan pemeriksaan laboratorium, ultrasonografi dan amniosentesis
• Kaji klien terhadap gerakan janin dan denyut jantung janin yang dapt didengar
• Kaji klien terhadap perkiraan dan kemungkinan tanda-tanda positif adanya kehamilan.
• Beri klien konseling dan instruksi mengenai pendidikan persalinan, tindakan-tindakan perawatan diri sendiri, seperti latihan, penanganan nyeri, teknik bernafas, metode melahirkan, higiene, perawatan payudara, aktifitas fisik dan seksual, tidur, perawatan gigi dan imunisasi; pencegahan paparan teratogen pada janin, dan penanganan ketidaknyamanan umum akibat kehamilan, seperti nyeri ulu hati (heartburn), Konstipas, mual dan muntah, nyeri tekan payudara, eritema palmar, letih, hemoroid, varises, sering berkemih, palpitasi, leukorea, sakit pinggang, sakit kepala, edema pergelangan kaki, kramkaki, dan kontraksi Braxton Flicks.
• Evaluasi asupan nutrisi klien, berikan instruksi tentang pilihan makanan dan minuman yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan kehamilan
• Beri dukungan dan bimbingan kepada klien dan keluarga; berikan kesempatan kepada klien untuk untuk bertanya dan menjawab.
• Siapkan klien untuk persalinan dan kelahuiran; jelaskan tentang tanda-tanda persalinan pasti dan tanda persalinan palsu.

B. Riwayat Pascapartum dan Pemeriksaan Fisik
a. Deskripsi
• Riwayat pascapartum dan pemeriksaan fisik adalah komponen utama perawatan pascapartum
• Karena wanita menjalani pemeriksaan fisik lengkap selama periode sebelum melahirkan, maka pada periode segera setelah melahirkan semua prosedur tersebut tidak perlu diulang
• Riwayat pascapartum, riwayat persalinan dan melahirkan, data bayi serta latihan pascapartum
• Pemeriksaan fisik pascapartum mencakup pengkajian mengenai status nutrisi dan cairan, tingkat energi, ada tidaknya rasa nyeri, tinggi fundus dan konsistensinya, jumlah dan karakter lokia, dan sirkulasi yang adekuat sama baiknya dengan informasi yang dikumpulkan dari data laboratorium
• Aspek teknis kehamilan, persalinan, dan kelahiran dapat dipelajari dari catatan, persalinan dan kelahiran klien atau dari klien sendiri
• Mengkaji informasi dari wanita hamil itu sendiri membantu meningkatkan pemahaman akan emosi dan kesan dari wanita tersebut

b. Temuan Pengkajian
• Temuan pengkajian bervariasi pada setiap klien, adanya penyimpangan dari temuan normal harus dilaporkan

c. Implikasi Keperawatan
• Dapatkan riwayat kesehatan, termasuk informasi mengenai profil keluarga, riwayat kehamilan, riwayat persalinan dan melahirkan, data bayi dan latihan pascapartum
• Dapatkan spesimen laboratorium, termasuk hemoglobin, hematokrit dan urine bersih untuk urinalisis rutin
• Lakukan pengkajian fisik, termasuk tanda-tanda vital dan area fisik yang terlihat seperti rambut, muka, mata dan payudara
• Palpasi fundus uteri dan kaji warna, jumlah dan baunya
• Kaji bagian perineum dan observasi adanya ekimosis, hematon, eritema, edema, kerusakan, dan adanya drainase, perdarahan atau nyeri episiotomi
• Kaji area rektal akan adanya hemoroid, hitung jumlahnya, catat bentuknya dan ukur dalam ukuran sentimeter
• Tawarkan dukungan dan ajarkan mengenai perubahan psikologis yang terjadi pada pascapartum
• Ulas kembali pengajaran terdahulu mengenai perawatan diri, memberi makan bayi dan cara perawatan bayi






C. Riwayat Intrapartum dan Pemeriksaan Fisik
a. Deskripsi
• Jika wanita berada pada fase aktif persalinan, riwayat yang diambil pada saat kedatangan dapat menjadi satu-satunya sumber sampai bayi dilahirkan
• Riwayat yang diambil pada waktu ini harus mencakup tinjauan ulang terhadap kehamilan terdahulu, kesehatan secara umum, serta informasi mengenai pengobatan dalam keluarga
• Setelah riwayat diambil, wanita perlu menjalani pemeriksaan fisik, mencakup pemeriksaan pelvik untuk memastikan presentasi dan posisi janin dan menentukan besarnya pembukaan

b. Implikasi Keperawatan
• Bersikap sabar pada saat mengumpulkan informasi dari klien, tunda sampai kontraksi uterus hilang
• Dapatkan riwayat kehamilan terbaru, mencakup paragravida, suatu DESKRIPSI mengenai kehamilan, pola dan tempat perawatan pranatal, berbagai komplikasi, kelas persalinan, rencana terhadap persalinan dan perawatan anak
• Catat kehamilan terdahuli (jumlah, tanggal, jenis kelahiran, komplikasi, dan hasil kehamilan mencakup jenis kelamin dan berat lahir) dan status kesehatan anak yang terbaru
• Tanyakan pada klien riwayat kesehatan terdahulu dan catat jika klien pernah menjalani pembedahan, penyakit jantung, diabetes, anemia, tuberkulosis, penyakit ginjal, hipertensi atau penyakit menular seksual atau jika klien berisiko mengalami infeksi human immunodeficiency virus (HIV) (pasangan seksual lebih dari satu, riwayat pemakaian obat intravena, atau pasangan seksual memakai obat intravena)
• Tanyakan pada klien jika ada anggota keluarga yang memilki penyakit jantung, diskrasia darah, diabetes, penyakit ginjal, kanker, alergi, kejang, defek kongenital atau retardasi mental
• Kaji penampilan klien secara keseluruhan dan catat jika terdapat pucat, kelelahan, sakit atau rasa takut; edema; dehidrasi; atau lesi terbuka
• Lakukan palpasi untuk mengetahui adanya pembesaran nodius limfatikus untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
• Inspeksi membran mukosa pada mulut untuk mengetahui adanya lesi (herpes) dan inspeksi konjungtiva untuk mengetahui warna mata
• Auskultasi paru untuk mengetahui kejernihan suaranya dan kaji bunyi jantung
• Palpasi payudara klien dan adanya benjolan atau kista serta catat kemunculannya untuk dievaluasi lebih lanjut (mungkin kelenjar susu yang membesar)
• Tentukan ukuran janin melalui pengukuran tinggi fundus
• Kaji presentasi dan posisi janin melalui manuver Leopold
• Palpasi dan perkusi kandung kemih untuk mendeteksi kepenuhannya
• Kaji adanya jaringan parut, karena pembedahan abdomen atau pelvik dapat menyisakan perlekatan
• Kaji turgor kulit untuk menentukan adanya dehidrasi
• Inspeksi ekstremits bawah akan adanya edema dan varises

2.2.2 Komplikasi dan Ketidaknyamanan
a. Deskripsi
• Konstipasi aadalah gangguan rasa nyaman yang umum terjadi pada trimester pertama kehamilan
• Ini juga merupakan msalah nutrisi yang umum terjadi pada kehamilan
• Konstipasi cenderung terjadi pada kehamilan akibat tekanan pada peristaltik usus dari uterus yang terus membesar, pengaruh hormon relaksin plasenta, dan kemungkinan akibat menngkatnya kadar progesteron
• Konstipasi menyebabkan rasa begah dan penuh serta hilang nafsu makan

b. Temuan Pengkajian
• Adanya rasa begah dan penuh pada abdomen
• Hilang nafsu makan
• Perubahan pola eliminasi usus

c. Implikasi Keperawatan
• Kaji nutrisi klien dan pola eliminasi yang mungkin menjadi faktor penyebab
• Anjurkan klien untuk mengosongkan ususnya secara teratur
• Anjurkan pada klien untuk meningkatkan kandungan serat dalam makanan dengan mengkonsumsi buah dan sayuran dan minum air dalam jumlah lebih dari biasanya setiap hari
• Jika klien mengkonsumsi suplemen besi oral, daripada melarang klien mengkonsumsi suplemen tersebut yang berguna untuk menambah simpanan besi, lebih baik kita membantu klien untuk konstipasi melalui cara lain
• Ingatkan klien untuk tidak mengkonsumsi obat umum untuk mencegah konstipasi, terutama minyak mineral yang akan mengganggu absorpsi vitamin larut lemak yang diperlukan bagi pertumbuhan janin dan kesehatan ibu
• Beri tahu klien untuk menghindari enema karena tindakan ini dapat mencetuskan persalinan
• Anjurkan klien untuk menghindari obat-obatan yang dijual bebas selama kehamilan kecuali diresepkan oleh dokter
• Berikan pelunak feses, laksatif ringan dan supositora sesuai instruksi
• Nasehatkan klien untuk menghindari makanan pembentuk gas, seperti kubis atau buncis, sehingga flatus dapat dikontrol

2.2.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kunjungan awal pranatal difokuskan untuk mengidentifikasikelainan yang sering mengontribusi morbiditas dan mortalitas dan untuk mengidentifikasi ganbaran tubuh yang menunjukkan gangguan genetik. Pemeriksaan harus mencakup penetapan tinggi dan berat badan, pengukuran tekanan darah (TD) dan nadi, dan pemeriksaan kulit; kelenjar tiroid, jantung, paru, payudara, ekstremitas dab abdomen serta pemeriksaan pelvis.

a. Tinggi Badan
Tubuh yang pendek dapat menjadi indikator gangguan genetik. Karena tinggi yang pasti sering kali tidak diketahui dan tinggi badan berubah seiring peningkatan usia wanita, tinggi badan harus diukur pada saat kunjungan awal.

b. Berat Badan
Berat badan ditimbang pada kunjungan awal untuk membuat rekomendasi penambahan berat badan pada eanita hamil dan untuk membatasi kelebihan atau kekurangan berat. Selama bertahun-tahun banyak saran telah diajukan tentang penambahan berat ideal pada wanita hamil. Salah satu sumber pedoman terbaru dari Institute of Medicine menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk menentukan penambahan berat yang direkomendasikan. IMT diperoleh dengan menghubungkan tinggi badan klien dengan berat badannya saat hamil (Apendiks K).

c. Tekanan Darah
Penentuan tekanan darah (TD) sangat penting pada masa hamil karena peningkatan TD dapat membahayakan kehidupan ibu dan bayi. Pada kehamilan normal, TD sedikit menurun sejak minggu ke-8. Kondisi ini menetap sepanjang trimester kedua dan kemudian mulai kembali ke TD sebelum hamil.
d. Nadi
Denyut nadi maternal sedikit meningkat selama masa hamil, etapi jarang melebihi 100 denyut per menit (dpm). Curigai hipotiroidisme jika denyut nadi lebih dari 100 dpm. Periksa adanya eksoftalmia dan hiperrefleksia yang menyertai. Apabila denyut nadi lebih dari 100 dpm, instrusikan melakukan T3 dan T4 bebas. Hipertiroidisme tidak terjadi jika terdapat takikardia.

e. Kelenjar Kulit
Perubahan kulit yang sering terjadi pada masa hamil mencakup hiperpigmentasi pada wajah (kloasma), pada areola dan putting susu, stria gravidarum, spider nevi, serta linea nigra. Periksa earna kulit, adanya ruam, massa, lesi, jaringan parut, tanda penganiayaan fisik, dan bukti penyalahgunaan obat. Beri perhatian khusus untuk melihat suatu ruam di telapak tangan dan klaki yang mungkin merupakan tanda sifilis. Jaringan parut pernah menunjukkan praktik seksual yang berkaitan dengan ritual sadomasokistik. Jika ditemukan tato atau luka tusuk, tanyakan jarum yang digunakan pada prosedur tersebut. Pemakaian jarum secara bergantian dapat menjadi sumber infeksi HIV. Enam atau lebih titik cafe-au-lait (CLS) yang setara dengan diameter 15 mm atau lebih menunjukkan neurofibromatosis.

f. Pemeriksaan Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid sedikit membesar selama masa hamil akibat hiperplasia kelenjar dan peningkatan vaskularitas. Namun, perubahan anatomi ini tidak menyebabkan tiromegali yang signifikan dan setiap pembesaran yang signifikan perlu diteliti. Hipotiroidisme suit dideteksi selama masa kehamilan karena banyak gejala hipotiroidisme yakni keletihan, penambahan berat, dan konstipasi yang menyerupai gejala-gejala kehamilan.

g. Pemeriksaan Paru
Pemeriksaan paru harus mencakup observasi sesak nafas, nafas dangkal, nafas cepat, pernapasan yang tidak teratur, guarded respiration, mengi, batuk, dan dispnea. Wanita yang sehat jarang mengalami masalah paru. Pemeriksaan paru biasanya merupakan tindakan yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosis bronchitis atau pneumonia. Dengarkan adanyakrekels, mengi dan penurunan bunyi nafas.

h. Pemeriksaan Jantung
Murmur jantung sistolik ditemukan pada 90% wanita hamil (curtforth & MacDonald, 1996). Murmur terjadi karena tekanan darah ibu selama hamil meningkat secara mencolok. Pada akhir kehamilan, 45% volume darah wanita hamil lebih tinggi daripada volume darah wanita tidak hamil (Pritchard, 1965). Peningkatan volume darah ini menyebabkan uterus membesar dan melindungi ibu ketika darah keluar saat melahirkan.
Pada wanita tidak hamil, murmur jantung sistolik bermakna. Pada wanita hamil yang asimtomatik, murmur derajat 1/6 atau 2/6 umumnya dianggapringan. Apabila murmur sistolik lebih 2/6 atau terdengar bunyi murmur lain, lakukan ekokardiogram jika tersedia dana yang cukup. Jika dana yang tersedia tidak cukup, minta untuk dilakukan elektrokardiogram dan rujuk klien ke dokter jika memungkinkan untuk evaluasi lebih lanjut.

i. Pemeriksaan Payudara
Payudara harus diperiksa untuk mendeteksi setiap massa yang mungkin ganas dan setiap yang dapat mengganggu proses menyusui. Pastikan Anda memeriksa putting dengan cermat, terutama jika klien berkeinginan menyusui bayinya. Tes “ protaktilitas” harus menjadi bagian pemeriksaan payudara pada wanita yang sebelumnya tidak mampu menyusui dengan baik. Tekan jaringan payudara dengan ibu jari dan telunjuk satu inci dibawah areola. Jika putting susu menonjol ke depan, bayi kemungkinan tidak akan mengalami kesulitan menghisap.



j. Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen di pertengahan awal kehamilan harus dilakukan secara menyeluruh jika kondisi uterus yang membesar memungkinkan. Evaluasi adanya nyeri tekan, hernia, massa, pembesaran hati dan kelenjar getah bening. Seiring kemajuan kehamilan, sulit meraba organ lain selain uterus. Perhatian khusus pada abdomen wanita hamil meliputi denyut jantung janin, tinggi fundus dan bagian presentasi janin.

k. Pemeriksaan Ekstremitas
Pemeriksaan ekstremitas harus mencakup pengkajian refleks tendon dalam, pemeriksaan adanya edema tungkai dan vena verikosa, dan pemeriksaan ukuran tangan dan kaki, bentuk, serta letak jari tangan dan jari kaki. Kelainan menunjukkan gangguan genetic.

k. Pemeriksaan Pelvis
Bagian akhir pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan pelvis. Meskipun kebanyakan praktisi mampu melakukan memeriksaan ini tetapi cara pemeriksaan yang :tepat: belum ada. Beberapa praktisi perlu mengatakan kepada klien bahwa pemeriksaan dimulai dengan mula-mula menyentuh bagian belakang paha klien. Sementara praktisi lain memulai pemeriksaan ini hanya dengan memberitahu klien bahwa area genitalianya akan diperiksa. Pendekatan yang paling baik ialah bagaimana supaya hal ini nyaman, baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan, dan membuat klien merasa bahwa dirinya di bawah control yang tepat.

l. Genitalia Eksterna
Pemeriksaan genetalia eksterna dilakukan dengan mencari adanya lesi, eritama, perubahan warna, pembengkakan, ekskoriasi, dan memar. Catat adanya rabas dan bau. Pemeriksaan menyeluruh biasanya dilakukan dengan memisah labia mayora dari minora dan dengan perlahan menarik ujung klitoris, kemudian periksa dengan cermat adanya lesi yang kemungkinan menunjukkan sifilis atau herpes. Pastikan bahwa setiap gerakan jari diarahkan dengan tujuan yang sesuai. Hindari “memainkan jari” pada jaringan karena dapat diinterpretasi sebagai seksual.

m. Vagina dan Serviks
Setelah genitalia eksterna diperiksa, masukkan speculum. Spekulum ini harus basah, tetapi bebas lubrikan. Pada kenyataannya, speculum yang kering biasanya lebih mudah dimasukkan saat saat wanita sedang hamil karena jumlah rabas yang diproduksi memudahkan insersi alat ini. Jika air digunakan sebagai lubrikan, gunakan secara terpisah untuk menghindari lisis dan gangguan seluler. Spekulum besi harus dipertahankan hangat dengan menyimpannya di atas kotak pemanas. Beberapa klinisi menempel speculum dip aha klien bagian dalam agar klien dapat merasakannya dan dan yakin bahwa suhunya nyaman. Kadang-kadang suhu kotak pemanas diset terlalu tinggi sehingga speculum menjadi panas.

2.2.3 Pemeriksaan Laboraturium
Pemeriksaan laboratorium awal pada wanita dengan risiko ringan meliputi tes darah berikut : golongan darah dan factor rhesus (Rh), skrining antibody, hitung darah lengkap atu hematokrit, rapid plasma regain (RPR), atau tes lain untuk mendeteksi sifilis, titer rubella, HBSAg, dan HIV. Banyak klinisi juga melakukan kultur urine. Seiring kemajuan kehamilan, tes tambahan, seperti skrining tripel serum maternal, juga diperlukan.

a. Fakltor Rh
Faktor Rh (antigen) dalam sel darah merah dimiliki oleh sekitar 85% penduduk kulit putih dan 93% penduduk Afrika-Amerika. Faktor ini ditemukan dalam sel janin sejak 6 minggu setelah konsepsi. Individu yang memiliki factor ini dinyatakan Rh-positif. Sedangkan individu yang tidak memiliki factor ini dinyatakan Rh-negatif.



b. Skrining Rh
Skrining antibody digunakan untuk mengidentifikasi antibody wanita yang membahayakan janin. Wanita ini tidak boleh mendapat RhIg. Penyakit ni bertanggung jawab terhadap penyakit hemolitik pada bayi baru lahir. Meskipun demikian, sekitar 2% penyakit ini disebabkan oleh golongan darah yang langka.

 Hitung Darah Lengkap

a. Anemia Fisiologis
Selama masa hamil, volume plasma dan massa sel darah merah meningkatkan volume darah ibu sekitar 45% di atas volume sebelum hamil. Meskipun demikian, peningkatan jumlah sel darah merah lebih kecil daripada peningkatan plasma sehingga terjadi anemia delusional. Anemia fisiologis ini mulai dikenali sebagai anemia yang sesungguhnya.

b. Tes Anemia
Beberapa klinik dan kantor hanya meminta haemoglobin dan hematokrit untuk skrining anemia pada wanita hamil. Karena pengukuran salah satu atau keduanya merupakan satu-satunya nilai yang digunakan untuk skrining anemia pada kehamilan maka kesalahan fatal dapat saja terjadi; merawat wanita yang sebenarnya tidak mengalami anemia dan tidak merawat wanita yang benar-benar mengalami anemia.

c. Suplementasi Besi Rutin
Anjuran resmi penggunaan besi oral pada mnasa hamil bervariasi. Banyak klinisi merasa bahwa tablet besi prenatal adalah upaya pengamanan yang baik untuk mencegah anemia defisiensi besi selama masa hamil.

d. Anemia Defisiensi Besi
Kesepakatan penanganan anemia defisiensi ialah bahwa besi oral dapat diberikan.
e. Trombositopenia
Trombosit diperlukan untuk pembekuan darah. Hitung trombosit harus diatas 150.000 per ,L, meskipun nilai antara 100.000 per mL dan 150.000 per mL masih dapat diterima sejauh tes ulang tidak menunjukkan destruksi trombosit.

 Tes Sifilis
Infeksi janin akibat Treponema pallidum dapat terjadi setiap saat selama masa hamil dan pada setiap tahap penyakit maternal. Skrining prenatal pada wanita hamil merupakan factor yang paling penting untuk mengidentifikasi bayi yang berisiko sifilis congenital.

 Tes Rubela
Efek merusak rubella congenital, misalnya, lesi pada mata, penyakit jantung, ketulian, anemia, hepatitis, pneumonitis, defek tulang, dan abnormalitas kromosom pertama kali ditemukan pada tahun 1940-an. Defek ini cenderung muncul ketika infeksi rubella dialami pada trimester pertama. Frekuensinya kemudian menurun seiring kemajuan kehamilan. Pada minggu ke-16 gestasi, kecenderungan efek teratogenik sangat kecil.
Wanita hamil tidak dapat diimunisasi terhadap rubella, karena secara teoritis terdapat kemungkinan tubuh menjadi lemah karena virus mempresipitasi infeksi intrauterin pada bayi.

 Tes Hepatitis B
Kehamilan jarang mengganggu perjalanan infeksi hepatitis B. Masalah yang harus diperhatikan pada wanita hamil yang mengidap penyakit ini adalah bahwa bayi akan terinfeksi pada saat lahir dan akan menjadi carrier kronis yang menularkan penyakit ini ke individu lain, atau bahwa bayi akan meninggal akibat karsinoma hepatoseluler, sirosis atau keduanya.
“Kurang dari 5% orang dewasa yang terinfeksi akut di AS menjadi carrier kronis, bandingkan dengan mereka yang terinfeksi perinatal, yaitu sebanyak 25%..sampai 90%...” (Divisi Kesehatan Oregon, 1994).

 Tes Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Sekarang diketahui bahwa virus dapat ditularkan ibu ke bayinya. Selama ini penularan perinatal diketahui mencapai angka sebesar 50%, sementara penelitian terakhir menunjukkan angka sebesar 15% sampai 30%.
Identifikasi dini HIV-positif pada wanita hamil memberi kesempatan untuk memutuskan kelanjutan kehamilan dan ketika keputusan dibuat terapi ZDV dapat diberikan untuk mengurangi infeksi pada janin.

 Tes Bakteriuria Asimptomatik
Sementara bakteriuria asimptomatik merupakan kondisi bukan patologis yang umum ditemukan pada wanita tidak hamil. Pada wanita hamil kondisi tersebut dapat menyebabkan pielonefritis, suatu infeksi yang mengakibatkan morbidilitas maternal yangb signifikan dan juga dihubungkan dengan PTL. Penanganan ABU pada wanita hamil secara signifikan mewnurunkan infeksi trakturinarius.

 Prosedur dan Tes Khusus

a. Tes Darah
Kondisi-kondisi tertentu memerlukan tes darah tambahan. Selain prosedur khusus yang harus dilakukan untuk klien-klien keturunan Afrika, Asia, atu Mediterania, tes lain yang harus dilakukan berdasarkan riwayat klien atau pemeriksaan fisik meliputi T4 bebas jika klien dicurigai mengalami hipertiroidisme dan TSH (thyroid stimulating hormone) untuk wanita yang dicurigai hipotiroidisme dan untuk wanita yang mengkonsumsi obat tiroid.


b. Tes Tuberkulosis
Wanita yang berasal dari Negara yang angka prevalensi tuberculosisnya tinggi dan waniita yang berhubungan dengan populasi terkait harus menerima PPD. Abaikan riwayat vaksinasi BCG pada saat menginterpretasi tes tuberculin (Perez-Stable, 1995). Kecenderungan yang terjadi ialah bahwa hasil yang positif berhubungan dengan infeksi mycobacterium tuberculosis, bukan vaksin BCG. Apendiks M mengidentifikasi criteria untuk PPD positif.

c. Tes Genetik
Resiko defek lahir pada setiap kehamilan ialah 3%-5%. Apabila wanita hamil dinyatakan berisiko tinggi memiliki anak yang menderita defek lahir, ia harus ditawari untuk dirujuk ke pusat konseling genetic.

KESIMPULAN
Kunjungan awal prenatal merupakan kesempatan untuk menkaji wanita hamil yang dating untuk memperoleh perawatan prenatal. Kunjungan ini merupakan waktu untuk membina hubungan saling percaya dan memperlihatkan kepdulian sehingga klien selalu kembali untuk mendapat bimbingan, dukungan, dan memantau kesejahteraan klien serta bayinya.

FUNGSI BAHASA

BAB I
FUNGSI BAHASA

1. Pengertian Bahasa
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.

2. Aspek Bahasa
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu pula. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indra.
Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya,itu. Bunyi itu juga merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita (=yang diserap oleh panca indra kita, sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain).
Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbitrer atau manasuka berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu pula. Apakah seekor hewan dengan ciri-ciri tertentu dinamakan anjing, dog, hund, chien atau canis itu tergantung dari kesepakatan anggota masyarakat bahasa itu masing-masing.

3. Benarkah Bahasa Mempengaruhi Perilaku Manusia?
Menurut Sabriani (1963), mempertanyakan bahwa apakah bahasa mempengaruhi perilaku manusia atau tidak? Sebenarnya ada variabel lain yang berada diantara variabel bahasa dan perilaku. Variabel tersebut adalah variabel realita. Jika hal ini benar, maka terbukalah peluang bahwa belum tentu bahasa yang mempengaruhi perilaku manusia, bisa jadi realita atau keduanya.
Kehadiran realita dan hubungannya dengan variabel lain, yakni bahasa dan perilaku, perlu dibuktikan kebenarannya. Selain itu, perlu juga dicermati bahwa istilah perilaku menyiratkan penutur. Istilah perilaku merujuk ke perilaku penutur bahasa, yang dalam artian komunikasi mencakup pendengar, pembaca, pembicara, dan penulis.

3. 1. Bahasa dan Realita
Fodor (1974) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol dan tanda. Yang dimaksud dengan sistem simbol adalah hubungan simbol dengan makna yang bersifat konvensional. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem tanda adalah bahwa hubungan tanda dan makna bukan konvensional tetapi ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki benda atau situasi yang dimaksud. Dalam bahasa Indonesia kata cecak memiliki hubungan kausal dengan referennya atau binatangnya. Artinya, binatang itu disebut cecak karena suaranya kedengaran seperti cak-cak-cak. Oleh karena itu kata cecak disebut tanda bukan simbol. Lebih lanjut Fodor mengatakan bahwa problema bahasa adalah problema makna. Sebenarnya, tidak semua ahli bahasa membedakan antara simbol dan tanda. Richards (1985) menyebut kata table sebagai tanda meskipun tidak ada hubungan kausal antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu dengan kata table.
Dari uraian di atas dapat ditangkap bahwa salah satu cara mengungkapkan makna adalah dengan bahasa, dan masih banyak cara yang lain yang dapat dipergunakan. Namun sejauh ini, apa makna dari makna, atau apa yang dimaksud dengan makna belum jelas. Bolinger (1981) menyatakan bahwa bahasa memiliki sistem fonem, yang terbentuk dari distinctive features bunyi, sistem morfem dan sintaksis. Untuk mengungkapkan makna bahasa harus berhubungan dengan dunia luar. Yang dimaksud dengan dunia luar adalah dunia di luar bahasa termasuk dunia dalam diri penutur bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah disebut realita.
Penjelasan Bolinger (1981) tersebut menunjukkan bahwa makna adalah hubungan antara realita dan bahasa. Sementara realita mencakup segala sesuatu yang berada di luar bahasa. Realita itu mungkin terwujud dalam bentuk abstraksi bahasa, karena tidak ada bahasa tanpa makna. Sementara makna adalah hasil hubungan bahasa dan realita.

3.2. Bahasa dan Perilaku
Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam bahasa selalu tersirat realita. Sementara perilaku selalu merujuk pada pelaku komunikasi. Komunikasi bisa terjadi jika proses decoding dan encoding berjalan dengan baik. Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik jika baik encoder maupun decoder sama-sama memiliki pengetahuan dunia dan pengetahuan bahasa yang sama. (Omaggio, 1986).
Dengan memakai pengertian yang diberikan oleh Bolinger(1981) tentang realita, pengetahuan dunia dapat diartikan identik dengan pengetahuan realita. Bagaimana manusia memperoleh bahasa dapat dijelaskan dengan teori-teori pemerolehan bahasa. Sedangkan pemerolehan pengetahuan dunia (realita) atau proses penghubungan bahasa dan realita pada prinsipnya sama, yakni manusia memperoleh representasi mental realita melalui pengalaman yang langsung atau melalui pemberitahuan orang lain. Misalnya seseorang menyaksikan sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut akan memiliki representasi mental tentang kecelakaan tersebut dari orang yang langsung menyaksikannya juga akan membentuk representasi mental tentang kecelakaan tadi. Hanya saja terjadi perbedaan representasi mental pada kedua orang itu.

4. Fungsi Bahasa
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.


4.1 Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu.
Sebagai contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku, merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
- agar menarik perhatian orang lain terhadap kita,
- keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi
Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).

4.2 Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.

4.3 Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.
Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.

4.4 Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.

5. Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar
Bahasa bukan sekedar alat komunikasi, bahasa itu bersistem. Oleh karena itu, berbahasa bukan sekedar berkomunikasi, berbahasa perlu menaati kaidah atau aturan bahasa yang berlaku.
Ungkapan “Gunakanlah Bahasa Indonesia dengan baik dan benar.” Kita tentu sudah sering mendengar dan membaca ungkapan tersebut. Permasalahannya adalah pengertian apa yang terbentuk dalam benak kita ketika mendengar ungkapan tersebut? Apakah sebenarnya ungkapan itu? Apakah yang dijadikan alat ukur (kriteria) bahasa yang baik? Apa pula alat ukur bahasa yang benar?

5.1 Bahasa yang Baik
Penggunaan bahasa dengan baik menekankan aspek komunikatif bahasa. Hal itu berarti bahwa kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita. Kita harus memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh sebab itu, unsur umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kita abaikan. Cara kita berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita berbahasa kepada orang dewasa tentu berbeda. Penggunaan bahasa untuk lingkungan yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah tentu tidak dapat disamakan. Kita tidak dapat menyampaikan pengertian mengenai jembatan, misalnya, dengan bahasa yang sama kepada seorang anak SD dan kepada orang dewasa. Selain umur yang berbeda, daya serap seorang anak dengan orang dewasa tentu jauh berbeda.
Lebih lanjut lagi, karena berkaitan dengan aspek komunikasi, maka unsur-unsur komunikasi menjadi penting, yakni pengirim pesan, isi pesan, media penyampaian pesan, dan penerima pesan. Mengirim pesan adalah orang yang akan menyampaikan suatu gagasan kepada penerima pesan, yaitu pendengar atau pembacanya, bergantung pada media yang digunakannya. Jika pengirim pesan menggunakan telepon, media yang digunakan adalah media lisan. Jika ia menggunakan surat, media yang digunakan adalah media tulis. Isi pesan adalah gagasan yang ingin disampaikannya kepada penerima pesan.
Marilah kita gunakan contoh sebuah majalah atau buku. Pengirim pesan dapat berupa penulis artikel atau penulis cerita, baik komik, dongeng, atau narasi. Isi pesan adalah permasalahan atau cerita yang ingin disampaikan atau dijelaskan. Media pesan merupakan majalah, komik, atau buku cerita. Semua bentuk tertulis itu disampaikan kepada pembaca yang dituju. Cara artikel atau cerita itu disampaikan tentu disesuaikan dengan pembaca yang dituju. Berarti, dalam pembuatan tulisan itu akan diperhatikan jenis permasalahan, jenis cerita, dan kepada siapa tulisan atau cerita itu ditujukan.

5.2 Bahasa yang Benar
Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yakni peraturan bahasa. Berkaitan dengan peraturan bahasa, ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu masalah tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata, harus dimiliki dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis. Pengetahuan atas tanda baca dan ejaan harus dimiliki dalam penggunaan bahasa tulis. Tanpa pengetahuan tata bahasa yang memadai, kita akan mengalami kesulitan dalam bermain dengan bahasa.
Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah ini meliputi aspek (1) tata bunyi (fonologi), (2)tata bahasa (kata dan kalimat), (3) kosa kata (termasuk istilah), (4), ejaan, dan (5) makna. Pada aspek tata bunyi, misalnya kita telah menerima bunyi f, v dan z. Oleh karena itu, kata-kata yang benar adalah fajar, motif, aktif, variabel, vitamin, devaluasi, zakat, izin, bukan pajar, motip, aktip, pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, ijin. Masalah lafal juga termasuk aspek tata bumi. Pelafalan yang benar adalah kompleks, transmigrasi, ekspor, bukan komplek, tranmigrasi, ekspot.
Pada aspek tata bahasa, mengenai bentuk kata misalnya, bentuk yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawaban, bukan obah, robah, rubah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan dan pertanggung jawaban. Dari segi kalimat pernyataan di bawah ini tidak benar karena tidak mengandung subjek. Kalimat mandiri harus mempunyai subjek, predikat atau dan objek.
(1) Pada tabel di atas memperlihatkan bahwa jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah pria.
Jika kata pada yang mengawali pernyataan itu ditiadakan, unsur tabel di atas menjadi subjek. Dengan demikian, kalimat itu benar. Pada aspek kosa kata, kata-kata seperti bilang, kasih, entar dan udah lebih baik diganti dengan berkata/mengatakan, memberi, sebentar, dan sudah dalam penggunaan bahasa yang benar. Dalam hubungannya dengan peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output), dan pajak tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh, pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi. Dari segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, sistem, objek, jadwal, kualitas, dan hierarki. Dari segi maknanya, penggunaan bahasa yang benar bertalian dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna. Misalnya dalam bahasa ilmu tidak tepat jika digunakan kata yang sifatnya konotatif (kiasan). Jadi penggunaan bahasa yang benar adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa.
Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (kalau lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik itu bernalar, dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita. Penggunaan bahasa yang benar tergambar dalam penggunaan kalimat-kalimat yang gramatikal, yaitu kalimat-kalimat yang memenuhi kaidah tata bunyi (fonologi), tata bahasa, kosa kata, istilah, dan ejaan. Penggunaan bahasa yang baik terlihat dari penggunaan kalimat-kalimat yang efektif, yaitu kalimat-kalimat yang dapat menyampaikan pesan/informasi secara tepat (Dendy Sugondo, 1999 : 21)..
Berbahasa dengan baik dan benar tidak hanya menekankan kebenaran dalam hal tata bahasa, melainkan juga memperhatikan aspek komunikatif. Bahasa yang komunikatif tidak selalu hanus merupakan bahasa standar. Sebaliknya, penggunaan bahasa standar tidak selalu berarti bahwa bahasa itu baik dan benar. Sebaiknya, kita menggunakan ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang benar (Alwi dkk., 1998: 21)